Gorontalo, – Di balik kilau logam mulia, Provinsi Gorontalo menyimpan luka lingkungan dan sosial yang dalam. Aktivitas pertambangan emas ilegal (PETI) yang menjamur di sejumlah kabupaten seperti Bone Bolango, Pohuwato, dan Boalemo telah menggerogoti bentang alam, mencemari sumber kehidupan, dan mengancam keselamatan ribuan warga. Data terbaru menunjukkan dampak sistemik yang mengarah pada krisis ekologi dan pertanian multidimensi.
Kerusakan Lingkungan: Dari Sungai hingga Sawah Tercemar
- Degradasi Lahan dan Bencana Longsor
Operasi PETI dengan alat berat telah mengubah topografi Gorontalo yang berbukit-bukit. Penggalian tanpa kaidah teknik di kawasan seperti Desa Tulabolo, Bone Bolango, memicu bencana longsor pada 7 Juli 2024 yang menewaskan 23 penambang dan puluhan lainnya hilang . Kawasan itu sendiri telah beroperasi puluhan tahun tanpa pengawasan memadai, dengan 5.000–7.000 penambang ilegal . - Pencemaran Merkuri dan Ancaman Kesehatan
Proses amalgamasi emas menggunakan merkuri mencemari Sungai Bone dengan kadar 0,01489 mg/l—melebihi ambang batas aman. Racun ini masuk ke rantai makanan, terutama ikan nike yang dikonsumsi masyarakat. Studi menunjukkan merkuri menyebabkan kerusakan otak, ginjal, hingga kelumpuhan . - Rusaknya Lahan Pertanian
Di Kecamatan Dengilo, Pohuwato, sedimentasi limbah tambang merusak 90% sawah. Petani seperti Ridwan Kamil mengaku gagal panen sejak 2020 karena tanah tercemar lumpur tambang. Sungai Tihu’o yang jadi sumber irigasi berubah keruh dan tak layak pakai .
Dampak Sosial: Korban Jiwa dan Konflik
- Malaria: Wabah di Area Tambang
Pada 2025, 687 kasus malaria tercatat di Gorontalo, dengan 80% penderita adalah penambang. Kabupaten Pohuwato (264 kasus) dan Boalemo (243 kasus) menjadi episentrum wabah. Kubangan bekas galian dan deforestasi di hulu jadi sarang nyamuk Anopheles .
Lukman Ahmad (56), penambang di Desa Botubilotahu, lima kali terjangkit malaria. “Saya hidup dari tambang. Kalau tidak menambang, anak istri mau makan apa?” katanya . - Jerat Mafia dan Pembiaran Aparat
Marten Yosi Basaur, bos PETI di Boalemo, viral karena mengaku punya “beking polisi” dan menantang Kapolres setempat. Ironisnya, mantan aktivis kampus berinisial AI juga diduga menyuplai ekskavator untuk PETI Dengilo .
Muhammad Jamil (Jatam Nasional) menegaskan: “Ini buah pembiaran aparat”. PETI diduga melibatkan jaringan mafia yang mengeruk keuntungan triliunan rupiah .
Penegakan Hukum dan Solusi Jangka Panjang
Penindakan Hukum Mulai Digenjot
- Juli 2024, Balai Gakkum KLHK menangkap empat pelaku PETI di Hutan Boliyohuto, Gorontalo. Dua tersangka adalah penanggung jawab lapangan, terancam hukuman 15 tahun penjara .
- Mei 2025, Imigrasi Gorontalo mendeportasi lima WN China yang menambang emas ilegal di Pohuwato .
Kebijakan Rehabilitasi dan Pengawasan
Upaya dari Pemerintah mendorong:
- Reklamasi lahan bekas tambang dengan revegetasi dan stabilisasi tanah.
- Pengawasan teknologi drone untuk memantau PETI .
- Pelatihan kader malaria bagi penambang, didanai Global Fund .
Namun, upaya ini dinilai lamban.ketua lembaga KHLK Satriono mencatat pemerintah daerah “tutup mata” meski bencana lingkungan terus berulang .

Ekonomi Alternatif dan Penegakan Hukum Holistik
Para ahli seperti Moh. Rifaldy Happy (InHIDES) menekankan solusi berlapis:
“Pemerintah harus menyediakan mata pencaharian alternatif. Tanpa itu, penambang akan terus terjebak dalam lingkaran setan PETI.”
Sementara Sunindyo Suryo Herdadi (ESDM) mengingatkan kerugian negara akibat PETI mencapai Rp 3,5 triliun pada 2022—naik dua kali lipat dari 2019 .
Darurat Ekologi yang Meminta Korban
Gorontalo kini di simpang jalan: melanjutkan eksploitasi “emas berdarah” atau beralih ke pembangunan berkelanjutan. Jika PETI terus dibiarkan, bukan hanya sungai dan sawah yang mati—generasi mendatang juga akan mewarisi bumi yang sakit. “Hukum tidak boleh tunduk pada mafia tambang” .