Sungai merupakan sumber air dan penopang kehidupan masyarakat yang tak tergantikan. Menjaga kelestarian dan fungsi sungai mutlak dilakukan, salah satunya dengan mengamankan daerah sekitarnya melalui penetapan Garis Sempadan Sungai (GSS).
Apa Itu Garis Sempadan Sungai (GSS)?
Garis Sempadan Sungai (GSS) adalah batas luar pengamanan sungai yang menetapkan area di kiri dan kanan palung sungai di mana pendirian bangunan dibatasi. GSS berfungsi sebagai perlindungan utama bagi sungai. Lebar GSS bervariasi tergantung kedalaman sungai, keberadaan tanggul, posisi geografis, dan pengaruh pasang surut air laut.
Fungsi Penting Sempadan Sungai
- Penyangga Kelestarian Fungsi Sungai: Memastikan kelestarian sumber daya air dan sistem hidrologi sungai.
- Perlindungan Masyarakat: Berperan sebagai kawasan rawan bencana (terutama banjir). Memfungsikan area ini untuk permukiman, perdagangan, atau budidaya berisiko tinggi bagi keselamatan jiwa dan harta benda.
- Pengamanan Infrastruktur Sungai: Memberi ruang untuk operasi dan pemeliharaan sungai serta tanggul.
Ironi dan Pelanggaran di Lapangan
Sayangnya, fungsi krusial sempadan sungai sering diabaikan, bahkan oleh instansi pemerintah. Contoh nyata adalah:
- Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri yang berlokasi di tepi sungai.
- Banyaknya alih fungsi sempadan sungai menjadi bangunan, gedung, lahan parkir, atau area budidaya lainnya yang terlihat jelas di berbagai daerah.
Regulasi: Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015
Pengaturan terkini tentang GSS diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Peraturan ini mencabut Permen PU No. 63 Tahun 1993.
Perbedaan Kunci Permen 28/2015 vs Permen 63/1993
- Permen PUPR 28/2015: Menekankan GSS sebagai garis maya batas perlindungan sungai. Lebar sempadan tidak seragam dan harus ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kajian (Pasal 4, 14).
- Permen PU 63/1993: Menyebut GSS sebagai garis batas luar pengamanan dan Daerah Sempadan sebagai kawasan kelestarian. Lebar sempadan cenderung lebih umum dan seragam.
Potensi Masalah Permen 28/2015
Ketergantungan pada penetapan eksplisit oleh pemerintah daerah berpotensi menimbulkan masalah:
- Kekosongan Hukum Sementara: Sebelum ditetapkan, pemanfaatan sempadan untuk pembangunan bisa terjadi.
- Potensi Okupasi: Pemerintah daerah berpotensi “mengokupasi” lahan sempadan untuk kepentingan pembangunan dengan menetapkan lebar sempadan minimal atau tidak menetapkannya tepat waktu.
Kriteria Penetapan Lebar Sempadan (Permen 28/2015)
Lebar GSS ditentukan berdasarkan kondisi sungai (Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11):
- Sungai Tidak Bertanggul (Kawasan Perkotaan):
- Kedalaman ≤ 3m: Minimal 10 meter dari tepi palung.
- Kedalaman >3m – 20m: Minimal 15 meter dari tepi palung.
- Kedalaman >20m: Minimal 30 meter dari tepi palung.
- Sungai Bertanggul (Kawasan Perkotaan): Minimal 3 meter dari tepi luar kaki tanggul.
- Sungai Terpengaruh Pasang: Diukur dari tepi muka air pasang rata-rata, menggunakan kriteria di atas.
- Mata Air: Minimal 200 meter dari pusat mata air.
Kewenangan Penetapan (Pasal 13)
- Menteri PUPR: Wilayah Sungai Lintas Provinsi, Lintas Negara, Strategis Nasional.
- Gubernur: Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota.
- Bupati/Walikota: Wilayah Sungai dalam Satu Kabupaten/Kota.
Penetapan harus berdasarkan kajian tim yang mempertimbangkan geomorfologi sungai, sosial budaya, dan kebutuhan operasi-pemeliharaan (Pasal 14). Bangunan yang sudah ada di sempadan wajib ditertibkan secara bertahap (Pasal 15).
Batas Waktu dan Pemanfaatan Terbatas (Pasal 22, 27)
- Batas Waktu: Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota wajib menetapkan GSS selambat-lambatnya 3 tahun sejak peraturan ini berlaku (2015).
- Pemanfaatan Diizinkan (Terbatas): Prasarana SDA, jembatan/dermaga, pipa gas/air minum, kabel listrik/telekomunikasi, tanaman sayur (tidak mengganggu fungsi), bangunan ketenagalistrikan. Dilarang menanam selain rumput, mendirikan bangunan, atau mengurangi dimensi tanggul di area tanggul.
Antara Regulasi dan Realita
Permen PUPR 28/2015 memberikan kerangka hukum lebih rinci untuk perlindungan sempadan sungai, menekankan pentingnya kajian dan penetapan khusus. Namun, tantangan terbesar terletak pada implementasi dan penegakannya.
Ironi pelanggaran oleh instansi pemerintah sendiri dan masih banyaknya alih fungsi di lapangan menunjukkan bahwa sempadan sungai masih belum dianggap sebagai prioritas perlindungan. Padahal, menjaga sempadan sungai bukan hanya tentang kelestarian ekosistem, tapi juga tentang keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat di sekitarnya.
Pemerintah pusat dan daerah perlu lebih serius dan konsisten dalam menetapkan, mengawasi, dan menertibkan pelanggaran di sempadan sungai sesuai amanat peraturan. Masyarakat juga berperan penting untuk memahami fungsi vital zona ini dan mendorong penerapan aturan yang ada demi sungai yang lestari dan lingkungan yang aman.