Loyalitas kepada Negara vs Pemerintah

Oleh Agus Abubakar Arsal

“Loyalty to the country always, loyalty to the government when it deserves it.”

Kutipan yang sering dikaitkan dengan Mark Twain ini menggambarkan perbedaan mendasar antara cinta kepada negara dan dukungan kepada pemerintah. Esai ini akan membahas makna pernyataan tersebut, relevansinya dalam konteks modern, serta bagaimana kita sebagai warga negara dapat menerapkan prinsip ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Loyalitas kepada Negara: Cinta yang Tanpa Syarat

Loyalitas kepada negara adalah kesetiaan terhadap tanah air, nilai-nilai luhur, dan rakyatnya. Ini mencakup kecintaan terhadap budaya, sejarah, dan identitas bersama yang membentuk suatu bangsa. Loyalitas semacam ini bersifat permanen karena negara bukan hanya tentang pemerintahan yang sedang berkuasa, melainkan tentang masyarakat, warisan leluhur, dan cita-cita bersama.

Sebagai contoh, seorang patriot sejati akan selalu berusaha memajukan negaranya, baik melalui kontribusi sosial, intelektual, maupun ekonomi. Namun, kecintaan ini tidak berarti menutup mata terhadap masalah yang ada. Justru, rasa cinta yang mendorong kritik konstruktif adalah bentuk loyalitas yang lebih dalam daripada sekadar kepatuhan buta.

Loyalitas kepada Pemerintah: Bersyarat dan Kritis

Berbeda dengan loyalitas kepada negara, dukungan kepada pemerintah harus bersifat kritis dan kondisional. Pemerintah hanyalah sekelompok orang yang diberi mandat untuk mengelola negara, dan seperti semua manusia, mereka bisa melakukan kesalahan—bahkan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau kebijakan yang merugikan rakyat.

Mark Twain, seorang penulis yang terkenal sinis terhadap kekuasaan yang otoriter, sering mengkritik pemerintah AS pada masanya, terutama dalam kasus imperialisme dan perbudakan. Baginya, patriotisme sejati bukanlah mendukung pemerintah secara membabi buta, melainkan memastikan bahwa kekuasaan digunakan untuk kebaikan bersama.

Di era sekarang, prinsip ini terlihat dalam gerakan protes damai, jurnalisme investigatif, dan partisipasi aktif dalam pengawasan kebijakan publik. Ketika pemerintah berbuat adil dan demokratis, warga wajib mendukungnya. Namun, jika pemerintah melanggar hukum atau mengabaikan kepentingan rakyat, loyalitas kita harus dipertanyakan.

Relevansi dalam Masyarakat Modern

Di banyak negara, termasuk Indonesia, pemisahan antara “negara” dan “pemerintah” seringkali kabur. Banyak pihak yang mengklaim bahwa mengkritik pemerintah berarti tidak mencintai negara. Padahal, justru sebaliknya—kritik yang sehat adalah bukti bahwa kita peduli terhadap masa depan bangsa.

Misalnya, ketika kebijakan pemerintah tidak transparan atau merugikan masyarakat, menyuarakan ketidaksetujuan adalah bentuk tanggung jawab moral. Sejarah membuktikan bahwa perubahan positif sering lahir dari keberanian rakyat untuk menuntut akuntabilitas, seperti dalam gerakan reformasi 1998 di Indonesia.

Kesimpulan: Patriotisme yang Cerdas

Pernyataan Twain mengajarkan bahwa menjadi patriot sejati bukan berarti selalu setuju dengan penguasa, melainkan berkomitmen untuk membangun negara yang lebih baik. Loyalitas kepada negara harus tetap kuat, sementara dukungan kepada pemerintah harus diberikan hanya ketika mereka berbuat adil dan demokratis.

Sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mencintai tanah air, tetapi juga mengawasi kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Dengan demikian, kita mewujudkan prinsip “tanah air di atas segalanya, tetapi kebenaran di atas tanah air.”

Penutup

Mark Twain—atau siapapun pencetus kutipan ini—mengingatkan kita bahwa patriotisme sejati adalah tentang keberanian berpikir kritis, bukan sekadar mengikuti arus. Dalam dunia yang penuh dengan tantangan politik, prinsip ini menjadi panduan penting untuk membedakan antara cinta kepada bangsa dan kepatuhan buta kepada penguasa.

Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Al-Khalik (melanggar tuntunan Pencipta, tatanan keadilan)” (Esensi Hadist)

Check Also

Emas Berdarah Gorontalo: Ekologi Yang Tergadaikan

Gorontalo, – Di balik kilau logam mulia, Provinsi Gorontalo menyimpan luka lingkungan dan sosial yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *