Sultan HB X Kumpulkan Kepala Daerah Bahas Peredaran Minuman Keras Ilegal

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Senin, 28 Oktober 2024,

mengumpulkan kepala daerah lima kabupaten/kota se DIY untuk membahas fenomena maraknya peredaran minuman keras atau miras ilegal di daerah itu.

Sejumlah aksi kekerasan jalanan di Yogyakarta dikait-kaitkan sebagai salah satu pengaruh dari peredaran miras ilegal tersebut. Kondisi itu berpotensi mempengaruhi citra Yogyakarta sebagai Kota Wisata yang seharusnya aman dan nyaman.

“Pemanggilan bupati dan wali kota se DIY ini untuk mensikapi soal peredaran miras ilegal itu, agar langkah penindakannya terkoordinasi di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan tidak tumpang tindih kebijakan,” kata Sekretaris DIY Beny Suharsono

Hasil pertemuan itu, salah satunya, Gubernur DIY meminta segala penindakan peredaran miras ilegal didasarkan regulasi hukum.

Ia mengungkapkan, saat ini yang menjadi permasalahan dalam upaya penindakan di antaranya penjualan atau pembelian miras ilegal secara daring (online) atau takeaway (dibawa pulang). Selain itu, vonis denda yang dinilai terlalu ringan juga menjadi kendala sehingga peredaran miras ilegal itu kian marak.

Padahal, pemerintah daerah umumnya masih mengacu regulasi lama, yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1953 tentang pengawasan minuman beralkohol. Selain itu, penindakan juga mengacu Perda Nomor 12 Tahun 2015 serta Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum khususnya tertib perizinan.

Aturan ini dinilai tak relevan karena belum mengatur soal penjualan secara daring. Selain itu, ancaman hukuman di dalam Perda lama itu maksimal hanya 6 bulan dan denda Rp 50 juta. Padahal, biasanya, hukuman yang dikeluarkan pengadilan lebih rendah sehingga pengedar merasa tidak takut atau jera jika terjerat.

Melalui pertemuan itu, pemerintah daerah diminta menyesuaikan penggunaan regulasi yang lebih efektif dalam menindak peredaran miras ilegal di Yogyakarta,

misalnya penggunaan Undang-Undang (UU) Pangan yang menerapkan hukuman denda hingga miliaran rupiah.

“Untuk tempat yang sudah memiliki izin tentu diperbolehkan,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono menuturkan, dari kalangan pelaku industri pariwisata mendukung penguatan aturan hukum untuk menertibkan penjualan miras ilegal ini.

Deddy mengatakan, walau pariwisata DIY menonjolkan budaya, namun tak bisa dimungkiri minuman beralkohol bagian layanan sektor pariwisata, terutama wisatawan asing yang memiliki kultur mengkonsumsinya.

Sebenarnya kan sudah ada peraturan baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah yang mengatur minuman beralkohol itu,”

“Misalnya mengatur bahwa minuman beralkohol hanya khusus untuk bagian layanan hotel dan restoran bintang tiga ke atas,” kata dia.

“Bahkan, ketersediaan minuman beralkohol ini menjadi salah satu syarat atau kriteria bisa dikategorikan hotel atau restoran bintang tiga ke atas.

Check Also

Atas Nama Tuhan? Tapi Tuhan yang Mana?

Oleh: Agus Abubakar Arsal Alhabsyi Baru saja terjadi, sebuah unggahan yang memicu kegelisahan moral, Presiden …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *